Menulis bisa disebut sebagai ruhnya profesi dosen. Selain mengemban tugas untuk mengajar, profesi dosen juga lekat dengan menulis. Tanpa menulis dan menghasilkan karya, dosen seolah kehilangan ruh sebab kegiatan literasi akan selalu berhubungan dengan dosen. Menulis di sini bisa merujuk pada menulis artikel jurnal, buku ajar, buku monograf, buku, referensi, maupun jenis karya lain. Lantas bagaimana ketika kesibukan tak hentikan dosen tetap produktif menulis buku? berikut ulasannya.
Selain itu, karya-karya yang dihasilkan dosen juga memberikan dampak berupa kenaikan angka kredit dosen, lho. Jadi masih ragu untuk menulis produktif menulis? Simak kisah-kisah berikut ini. Memacu Anda untuk produktif menulis buku.
Nah, kisah pertama adalah dosen dengan karya buku sebanyak 18 judul. Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS menjadi satu dari sekian dosen yang produktif menulis dan menerbitkan buku. Jabatan guru besar fakultas Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) tak lantas membuatnya tidak produktif lagi. Ia justru semakin rajin menulis dan menggeluti dunia literasi. Ia sering menulis artikel dan buku.
Rokhmin Dahuri dilahirkan di Desa Gebang Mekar atau Kampung Nelayan, Cirebon pada tanggal 16 November 1958. Saat ini ia tinggal di Jalan Brawijaya No. 7, Vila Indah Pajajaran, Bogor. Ia menempuh pendidikan sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas di Cirebon. Latar belakangnya mendorongnya untuk menekuni bidang keilmuan yang serupa yakni kelautan. Ia pun berhasil menamatkan pendidikan sarjana Perikanan IPB pada tahun 1982.
Dalam artikel republika.co.id yang tayang pada 27 Juni 2019 tersebut, Rokhmin digambarkan sosok yang aktif menulis. Tema yang sering diangkat tidak jauh-jauh dari bidang keilmuannya yakni kelautan dan perikanan. Ia pernah dinobatkan sebagai Dosen Teladan Nomor 1 se-Indonesia tahun 1995 dan Indonesian Development Award (1999).
“Ketiga buku ini adalah buku ke-18 berjudul ‘Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia’ terbit 2015 dan edisi ke-3 terbit 2018; buku ke-17 (Sustainable Coastal and Ocean Development) terbit 2013; dan buku-16 (The Quest for Happiness) terbit 2010,” ujar Rokhmin memberikan kata sambutan sebelum menyerahkan hadiah buku, dikutip dari nasional.republika.co.id.
Di tengah-tengah kesibukan beragam profesi yang dijalaninya, Rokhmin mampu mempertahankan produktivitasnya selama ini. Ia diketahui menjadi Anggota Dewan Riset Nasional (DRN), Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara ( MPN ), Ketua Umum Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI), Anggota “ICLARM Network of Tropical Fisheries Scientist”, Anggota Coastal Area Management and Planning Network, University of Rhode Islands, USA, dan Coordinator of Coastal Zone Management Network for Asia-Pacific Region, UNEP (United Nationas Environmental Programme).
Dalam menjalani kehidupan ini, ia berpegang pada filosofinya `Menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama umat manusia dan semesta alam, bekerja keras, dan profesional serta hidup dekat dengan Tuhan`.
Kisah selanjutnya datang dari Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si merupakan dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Ia dikenal sebagai dosen terproduktif dalam menulis buku. Seperti apa sosoknya? Dilansir pikiran-rakyat.com pada tanggal 31 Oktober 2019 silam, Suwatno dinobatkan sebagai Dosen Produktif Menulis Buku dan Menyerahkan Karyanya ke Perpustakaan. Ia adalah ketua Prodi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana UPI.
Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si dikenal sebagai dosen UPI terproduktif dalam menulis buku. Buku best seller-nya berjudul Komunikasi Pemasaran Konstektual. (dok. Universitas Terbuka)
Selama ini Perpustakaan UPI memang diketahui sering mencari dosen yang produktif menulis dan memberikan penghargaan kepada dosen tersebut. Ia merupakan penulis buku best seller Komunikasi Pemasaran Kontekstual. Ia juga cukup aktif menulis artikel untuk media cetak. Sejauh ini ia sering menulis topik tentang media, komunikasi, dan budaya literasi.
Suwatno memang cukup mengamati budaya literasi di Indonesia. Salah satunya ia mengungkapkan tentang perpustakaan sebagai salah satu jantung univeristas dan mendukung terciptanya budaya literasi.
Penghargaan yang diterima oleh Suwatno juga menerapkan kriteria lainnya yakni dosen tersebut memberikan sumbangan terbanyak ke Perpustakaan UPI. Saat artikel ini tayang, Suwatno telah menyumbangkan tujuh buku. Sumbangannya melebihi dosen lain yang ikut menyumbang. Untuk itu penghargaan itu jatuh padanya.
“Kepada para Guru Besar di lingkungan UPI untuk lebih produktif dalam menghasilkan karya ilmiahnya, terutama berupa buku, dan tentunya melakukan serah simpan karyanya ke perpustakaan,” ungkap Suwatno.
Menurutnya menyumbangkan karya ke perpustakaan akan memberikan keuntungan banyak pihak tidak hanya mahasiswa UPI tapi juga mahasiswa asing di UPI.