Oleh Ali Trigiyatno
Dampak buruk dari miras dan sejenisnya terhadap masyarakat kiranya sudah diketahui secara terang benderang. Sayangnya, sikap yang ditunjukkan sebagian masyarakat dan bahkan pemerintah belum seragam dan tegas dalam melarang produksi dan peredaran miras tersebut.
Walau kita akui, sebagian pemda, ormas, serta masyarakat telah mengambil sikap ‘sendiri’ terhadap peredaran miras dengan sikap yang tegas, menolak peredaran miras.
Terjadinya tindak kriminal, tidak jarang dimulai dari pengaruh minuman keras yang ditenggaknya. Karena dengan miras, konon keberanian pelaku menjadi meningkat, rasa takut dan minder menjadi hilang, kontrol dan akal sehat menjadi lemah bahkan hilang, sehingga perbuatannya menjadi ngawur dan lepas kendali.
Akibatnya, dia bisa bertindak nekat dan di luar batas kemanusian. Dia bisa menodong, menjambret, melukai dan bahkan membunuh. Yang memprihatinkan adalah seperti yang terjadi baru-baru ini, sudah memperkosa korban lalu membunuhnya, sungguh perbuatan yang sangat biadab.
Sikap Islam sangat tegas terhadap miras. Miras hukumnya haram, dan pelakunya dianggap telah melakukan dosa besar serta dikenakan hukuman berupa dicambuk/dipukul sebanyak 40 atau 80 kali cambukan.
Nabi Muhammad SAW juga menyatakan khamr (miras) adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan) sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, “Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, dia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)
Dengan redaksi yang sedikit berbeda, Abdullah bin Amr meriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda, “Khamr adalah induk dari segala kejahatan, barang siapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila dia mati sementara ada khamr di dalam perutnya, maka dia mati sebagaimana matinya orang Jahiliyah.” (HR ath-Thabrani)
Bahaya miras juga telah diingatkan oleh salah seorang sahabat Rasulullah SAW Utsman bin Affan. Diriwayatkan, suatu ketika Utsman sedang menyampaikan khutbah kemudian berpesan, “Waspadalah terhadap miras karena sesungguhnya miras merupakan induk segala perbuatan keji. Sungguh, pernah terjadi pada seorang pria saleh sebelum kalian dari kalangan ahli ibadah. Dia rajin beribadah ke masjid. Suatu ketika dia bertemu dengan seorang perempuan nakal.”
“Perempuan tersebut memerintahkan kepada pembantunya agar mempersilakan lelaki tersebut masuk ke dalam rumah. Kemudian pintunya dikunci rapat-rapat. Di sisi perempuan tersebut terdapat miras dan seorang bayi. Kemudian perempuan tadi berkata, ‘Kamu tidak bisa keluar dari rumah ini sebelum engkau memilih minum segelas arak ini atau engkau berzina denganku, atau engkau membunuh bayi ini. Jika kamu tidak mau, maka saya akan berteriak dan saya katakan bahwa kamu ini memasuki rumahku. Siapa yang akan percaya kepadamu?’
Lelaki tersebut menjawab, “Saya tidak mau melakukan perbuatan keji (berzina) atau pun membunuh jiwa seseorang.” Akhirnya dia minum segelas miras. Demi Allah, dia menjadi mabuk sehingga dia pun berbuat zina dengan perempuan tersebut dan membunuh si bayi.
Utsman RA pun berpesan, “Jauhilah minum minuman keras, karena minuman keras merupakan induk segala perbuatan keji. Demi Allah, sungguh, iman dan minuman keras tidak akan bersatu di dalam hati seseorang melainkan hampir pasti salah satu di antaranya melenyapkan yang lain.”
Setelah menyadari bahaya miras, masihkah kita bersikap lembek terhadapnya? Ataukah masih butuh korban lebih banyak lagi baru mau mengambil tindakan?
sumber : Pusat Data Republika