Beginilah Seharusnya Mental “Mujahid”
February 24, 2023 No Comments Ari Usman,Hikmah Ari Usman

ariusman.id | Dalam suatu peperangan, kaum Muslimin menemukan betapa kekuatan Ibnu Taimiyah melampaui para mujahidin lainnya. Merekapun menanyakan apa rahasianya sehingga dia memiliki kekuatan ekstra seperti itu. Beliau menjawab, “Ini buah ma’tsurat (Al-Kalimatu Ath Thaiyyibah) yang secara rutin saya baca pagi hari setelah shalat Subuh sampai matahari terbit. Saya selalu menemukan kekuatan yang dahsyat setiap selesai melakukan wirid harian itu. Tapi, jika suatu saat tidak melakukannya, saya merasakan seperti lumpuh saat itu.”

Dalam perang Yarmuk, Khalid bin Walid menyuruh beberapa pasukannya untuk mencari topi perangnya yang terlepas dari kepalanya. Beberapa saat kemudian, pasukannya muncul dan melaporkan kalau topi yang dicarinya tidak ditemukan. Khalid pun marah dan menyuruh mereka mencari kembali. Akhirnya, mereka menemukannya. Khalid pun merasa perlu menjelaskan sikapnya yang unik itu. “Di balik topi perang saya ini,” kata Khalid, “ada beberapa helai rambut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Tidak pernah saya memasuki suatu peperangan dan memakai topi ini, melainkan pasti saya merasa yakin bahwa beliau mendoakan kemenangan bagi saya.”


Seorang Mukmin mujahid sejati, selalu unggul dalam semangat hidup dikarenakan mereka memiliki kekuatan spiritual. Kekuatan inilah yang selau bergelora di dalam dada mereka.. Itulah yang membuat sorot mata mereka selalu tajam, sebagai wujud hati yang kokoh.

Itulah yang membuat mereka memiliki harapan, optimisme, di saat virus keputusasaan mematikan semangat hidup orang lain.

Tak pernahkah kesedihan menghinggapi mereka? Tidak adakah ketakutan, kegelisahan, dan kegalauan?

Pernahkah mereka terusik bahkan tergoda oleh keputusasaan yang berakibat pengunduran diri dari perjuangan? Adakah mereka merasa lemah, cemas, dan tidak mungkin memenangkan pertarungan?

Sebagaimana orang kebanyakan, mereka juga manusia biasa. Semua gejala jiwa yang dirasakan manusia, juga dirasakan mereka.

Sebagaimana layaknya manusia, kehidupan seorang Mukmin-mujahid juga fluktuatif (naik-turun). Ada saat dimana ia naik, sukses, dan gembira. Di saat yang lain, mereka gagal dan tertunda keinginannya, sehingga membuat takut, cemas, sedih, dan gundah gulana. Bahkan terkadang mereka merasakan berada pada puncak stagnasi (futur).

Yang membedakan para mujahid ini dari manusia umumnya bahwa mereka memiliki keterampilan bagaimana mempertahankan vitalitas, melawan ketakutan-ketakutan, kegalauan, kecemasan, dan menghalau keputusasaan.

Mereka mendeteksi sejak dini tandan-tanda itu, dan sekaligus melawan gejala-gejala yang bisa melumpuhkan jiwa itu.

Kemampuan mengelola gejolak internal menjadikan mujahid memiliki stamina ruhaniah yang stabil. Ahli sastra Mesir Syauqi mengatakan:

“Engkau dilahirkan ibumu dalam keadaan menangis dan orang-orang di sekitarmu tertawa. Menangis karena menghadapi kehidupan dengan membawa missi yang suci tidak sederhana. Dan orang di sekitar kita bergembiara (termasuk ibu yang baru saja melahirkan) karena kedatangan penerus baru yang diharapkan bisa membatunya dalam mengatasi tekanan kehidupan.”

Keunggulan spiritual itu biasanya dibentuk dari keyakinan dan sikap pembenarannya terhadap alam ghaib.

Dan proses perawatan ketahanan itu berpangkal dari tradisi spiritual yag khas dan unik. Inilah yang menjadikan Ibrahim Al-A’dzam mengungkapkan apa yang dirasakannya pada penghujung tahajjudnya:

“Kami dalam kelezatan (spiritual). Sekiranya para raja mengetahui bahwa sumber kebahagian itu ada di sini, mereka akan menguliti kami.”

Dengan cara menjaga hubungan kecintaan secara timbal balik antara mujahid dengan Allah Subhanahu Wata’ala lewat kultur yang konstan, berkesinambungan, muncullah suasana jiwa yang merasakan intervensi Allah secara langsung.

Sehingga pendengaran, penglihatan, langkahnya merupakan jelmaan dari kehendak Allah. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan terus menerus hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan yang sunnah hingga Aku mencintai dia. Jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan pandangannya yang dia memandang dengannya, dan tangannya yang dia menyentuh dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Jikalau dia meminta kepada-Ku niscaya pasti akan Kuberi, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya pasti akan Kulindungi.” (HR. Al-Bukhari no. 6502)

Allah memiliki cara sendiri bahwa, gelar mujahid sejati itu tidak diperoleh seseorang dengan gratis (majjanan). Sejarah kepahlawanan manusia sebagian besarnya justru lahir di tengah-tengah tekanan kehidupan yang berat dan komplekks. Tekanan kehidupan secara psikhologis, sesungguhnya diperlukan untuk merangsang munculnya potensi yang terpendam dalam diri dan memberikan stimulasi kreativitas dan dinamika.

Hidup dalam situasi yang normal biasanya malah membuat orang kurang produktif.

Bukan situasinya yang kita persoalkan, tetapi pada dasarnya manusia membutuhkan stimulasi yang kuat untuk bergerak. Manusia adalah produk sebuah lingkungan. Di antara stimulan jiwa adalah tekanan hidup, kesempitan, musibah dan lain-lain. Seorang ahli hikmah mengatakan, “Bergeraklah karena dalam gerakan itu ada barakah.

Barakah artinya tambahan kebaikan, baik berupa materi maunpun immateri, kualitas dan kuantitas.”

Karakteristik Mukmin sejati pandai dalam mensiasati tekanan maupun musibah. Ia selalu menemukan celah di balik kebuntuan dan secercah sinar di balik kegelapan.

Ketulian tidak mencegat Musthafa Shadiq Al-Rifai menuju puncak, sebagai salah satu sastrawan Muslim terbesar abad ini. Dan kelumpuan takluk di depan tekad baja Syeikh Ahmad Yasin yang menjadi mujahid besar abad ini, bukan saja menantang Israil tetapi menantang dunia.

Kecacatan istri (bermata juling) sama sekali bukan sebagai hambatan kesuksesan Syaikh Utsman An Naisaburi menjadi tokoh publik dan sukses membangun keluarga sakinah mawaddah dan rahmah.

Stagnasi jiwa yang menimpa aktifis dakwah Muhammad Quthb justru melahirkan karya tulis Manhaj Tarbiyah Islamiyah I-II, memperoleh hadiah nobel dunia Islam dari kerajan Saudi.*/Abu ‘Aun, pernah ditulis di Majalah Hidayatullah

Repost Sumber : Hidayatullah.com

Visited 4 times, 1 visit(s) today
Tags
About The Author
Ari Usman Seorang Praktisi IT di Bidang Digital Marketing dan Dosen di Bidang Teknik Informatika

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *